Sudah Siapkah Anak Anda Masuk SD?

Dalam rangkaian kegiatan lomba gapura bulan Agustus lalu, pihak sekolah mengundang Ibu Alzena Masykouri, M.Psi, seorang psikolog untuk sebuah workshop tentang “Kesiapan Anak Bersekolah”. Workshop diawali dengan kata sambutan dari Kak Endah yang menceritakan asal-muasal adanya workshop ini. Yes! We are the winner of “Gapura” competition 😉 Kak Endah juga bercerita tentang pertemanannya dengan Ibu Alzena ini. Peserta juga diajak kak Endah untuk mengutarakan perasaannya melalui bahasa tubuh tanpa kata-kata yang akan ditirukan oleh peserta lainnya. Dimulai oleh Kak Endah lalu diikuti para mama secara bergiliran. Kegiatan ini ditutup oleh bahasa tubuh Ibu Alzena yang memperagakan “aku sayang kalian semua”. Kemudian Kak Endah mempersilahkan Ibu Alzena untuk memulai paparannya.

Seru sekali karena Ibu Alzena membawakan materi secara 2-way- cake (ups semacam jenis bedak *kidding). Maksudnya bu Alzena tidak mengajar satu arah, melainkan 2 arah. Jadi, peserta diajak untuk berfikir, berpendapat, berkarya dan berdiskusi. Kemudian, ibu Alzena akan memberikan kesimpulan atau lebih tepatnya klarifikasi diskusi.

29 peserta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu manis dan gurih. Pembagiannya melalui nomor sepatu (haha, maenannya fisik ya). Karena nomor sepatu terkecil adalah 36 dan diisi oleh 2 orang maka 2 orang ini menjadi pemimpin masing2 kelompok. Masing-masing kelompok diminta membuat yel2, yang berujung sama yel2nya yaitu “maju mundur cantik ala syahrini” 😀

Setelah terbagi kelompoknya, masing-masing orang dalam kelompok tersebut harus menjawab pertanyaan dari ibu Alzena. Semacam tugas individu.

Pertanyaan untuk kelompok manis adalah “kemampuan atau ketrampilan apa saja yang harus dimiliki oleh anak untuk masuk SD?”
Pertanyaan untuk kelompok gurih adalah “kemampuan atau ketrampilan apa saja yang diajarkan di SD?”

Kami diberi waktu selama 5 menit untuk mengerjakan “tugas” secara individu. Jawaban pada kertas pun bisa dihias sesuka hati. Dan, ini adalah hasil karya saya.
tugas individu

Selesai mengerjakan tugas individu, kami diminta untuk berpasangan dalam kelompok masing2, untuk mendiskusikan jawaban individu. Lalu, menuliskan di papan dan menerangkannya. Kali ini saya menghias tugas dengan “lebih serius” hahaha. Ini hasil karya setelah berpasangan.

IMG_4399.JPG
Hasil karya dalam menjawab pertanyaan

Selanjutnya, kami diminta untuk berdiskusi dalam kelompok masing-masing untuk menyusun semua kemampuan dan ketrampilan yang disebutkan oleh semua anggota kelompok berdasar sekala prioritas. Dan hasilnya adalah :

Kesiapan masuk SD:
1. Kemandirian
2. Sosialisasi / Sosial Emosi
3. Motorik kasar dan halus
4. Konsentrasi dalam waktu lama
5. Bahasa : memahami instruksi
6. Mengenal abjad dan angka

Ka Endah dan Bu Alzena cukup takjub karna para mama sudah sepaham dengan pihak sekolah, menekankan kemandirian sebagai prioritas dan bukan kemampuan calistung. Padahal bu alzena sempat berharap agar keluar calistung di prioritas awal, biar workshopnya seruu :p

Anyway, selesai kami berdiskusi giliran bu alzena yang memberikan paparan. Bahwa kesiapan anak bersekolah dilihat pada kemandirian, pengendalian dan awareness. Adapun proses logika termasuk calistung bukanlah prioritas utama.

Bu Alzena juga menjelaskan, kenapa pada saat ujian banyak orangtua “ikut campur” terhadap urusan belajar anak. Padahal seharusnya anak bisa bertanggungjawab dengan ujian jika pada saat asesmen, bener2 dilihat kemampuannya. Ketika anak dipaksakan untuk masuk SD padahal anak belum siap, sebenanrnya yang tidak siap adalah orangtua. Kadang orangtua tidak siap mental bahwa anaknya tinggal kelas atau belum siap masuk SD. Ketika ada anak-anak yang kemudian mogok sekolah ataupun tidak bisa mengikuti kegiatan belajar dengan baik, biasanya itu adalah anak2 “karbitan”, yang dipaksakan masuk SD sebelum waktunya.

IMG_4400.JPG
Slide Ibu Alzena tentang kesiapan bersekolah.

Bu Alzena juga menjelaskan tentang calistung tidak boleh diajarkan pada balita kalau DIPAKSA. Tapi jika memang anak senang untuk belajar, bu alzena termasuk psikolog yang memiliki paham bahwa anak boleh diajarkan membaca jika Bukan karna dipaksa.

Bu alzena menyebutkan bahwa konsentrasi anak berbanding lurus dengan usia. Jadi, anak usia 5 tahun bisa berkonsentrasi selama 5 menit. Sehingga mengenai pemahaman proses belajar di rumah juga tidak melulu duduk berkonsentrasi namun bisa juga dengan cara lain yang menyenangkan. Ya karna tadi konsentrasi anak cuma “segitu” sesuai umur.

Sedikit disinggung juga tentang penggunaan gadget bagi anak, perlu bijaksana. Jika sudah kecanduan sebaiknya segera putus hubungan. Terakhir, bu Alzena mengungkapkan bahwa beliau belajar tentang kompetisi dari Kak Endah. Bahwa sesungguhnya kompetisi adalah bersaing dengan diri sendiri. Dari tidak bisa menjadi bisa.

Sebelum workshop ditutup kami dipersilahkan untuk menikmati makanan. Kami juga mendapat kenang2an bunga untuk dibawa pulang 🙂 dan tentu saja berfoto bersama.

IMG_4413.JPG

Jadi, ma, kapan anak siap masuk SD? Mama sudah bisa menjawabnya bukan 😊 ? Semoga bermanfaat.

About cenop

Hello everyone! :) Welcome to my playground, please take a look and leave your comments :) I'm a mom; working; love writing, reading, travelling and baking. Hope you enjoy your visit here as much as I enjoyed to write every single article. Luv, = Novi =
This entry was posted in Parenting and tagged , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment